KAWASAN WISATA LUMPUR LAPINDO PORONG SIDOARJO
SALAM TOURING, 02 JANUARI 2015
Lumpur Lapindo (Lula) atau Lumpur Sidoarjo (Lusi), adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc. di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia, sejak tanggal 29 Mei 2006.
Semburan lumpur panas selama beberapa bulan ini menyebabkan
tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga
kecamatan di sekitarnya, serta memengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.
Lokasi semburan lumpur ini berada di Porong, yakni kecamatan di bagian selatan Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah selatan kota Sidoarjo. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Gempol (Kabupaten Pasuruan) di sebelah selatan.
Lokasi semburan lumpur tersebut merupakan kawasan permukiman dan di sekitarnya merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi (jalur pantura timur), serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi.
Lokasi pusat semburan hanya berjarak 150 meter dari sumur Banjar Panji-1 (BJP-1), yang merupakan sumur eksplorasi gas milik Lapindo Brantas Inc
sebagai operator blok Brantas. Oleh karena itu, hingga saat ini,
semburan lumpur panas tersebut diduga diakibatkan aktivitas pengeboran
yang dilakukan Lapindo Brantas di sumur tersebut. Pihak Lapindo Brantas
sendiri punya dua teori soal asal semburan. Pertama, semburan lumpur
berhubungan dengan kesalahan prosedur dalam kegiatan pengeboran. Kedua,
semburan lumpur kebetulan terjadi bersamaan dengan pengeboran akibat
sesuatu yang belum diketahui. Namun bahan tulisan lebih banyak yang
condong kejadian itu adalah akibat pengeboran.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli lumpur keluar disebabkan karena adanya patahan, banyak tempat di sekitar Jawa Timur sampai ke Madura seperti Gunung Anyar di Madura, "gunung" lumpur juga ada di Jawa Tengah (Bledug Kuwu).
Fenomena ini sudah terjadi puluhan, bahkan ratusan tahun yang lalu.
Jumlah lumpur di Sidoarjo yang keluar dari perut bumi sekitar 100.000
meter kubik per hari, yang tidak mungkin keluar dari lubang hasil
"pengeboran" selebar 30 cm. Dan akibat pendapat awal dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia maupun Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia
yang mengatakan lumpur di Sidoarjo ini berbahaya, menyebabkan dibuat
tanggul di atas tanah milik masyarakat, yang karena volumenya besar
sehingga tidak mungkin menampung seluruh luapan lumpur dan akhirnya
menjadikan lahan yang terkena dampak menjadi semakin luas
Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat
sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Sampai Mei
2009, PT Lapindo, melalui PT Minarak Lapindo Jaya telah mengeluarkan uang baik untuk mengganti tanah masyarakat maupun membuat tanggul sebesar Rp6 triliun.
Berdasarkan pengujian toksikologis di 3 laboratorium terakreditasi (Sucofindo, Corelab, dan Bogorlab) diperoleh kesimpulan ternyata lumpur Sidoarjo tidak termasuk limbah B3 baik untuk bahan anorganik seperti arsen, barium, boron, timbal, raksa, sianida bebas, dan sebagainya, maupun untuk untuk bahan organik seperti trichlorophenol, chlordane, chlorobenzene, kloroform, dan sebagainya. Hasil pengujian menunjukkan semua parameter bahan kimia itu berada di bawah baku mutu.[1]
Dampak PAH dalam lumpur Lapindo bagi manusia dan lingkungan mungkin
tidak akan terlihat sekarang, tetapi 5 hingga 10 tahun ke depan. Yang
paling berbahaya akibat keberadaan PAH ini antara lain, dapat mengancam
kehidupan anak cucu, khususnya bagi mereka yang tinggal di sekitar
semburan lumpur Lapindo beserta ancaman terhadap kerusakan lingkungan.[butuh rujukan] Namun sampai Mei 2009 atau tiga tahun dari kejadian awal ternyata belum terdapat adanya korban sakit atau meninggal akibat lumpur tersebut.
Courtesy Dari : Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar